Candi Penampehan yang terletak dilereng Gunung Wilis, Dusun Turi Desa
Geger kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung merupakan candi Hindu
kuno peninggalan kerajaan Mataram kuno dibangun pada tahun saka 820 atau
898 Masehi. Arti penampehan itu sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa
yang berarti antara penolakan dan penerimaan yang bersyarat demikian
tafsirnya.
Candi penampehan merupakan candi pemujaan dengan tiga tahapan (teras)
yang dipersembahkan untuk memuja Dewa Siwa, dimana konon peresmian
candi ini dengan mengadakan pagelaran Wayang (ringgit). Selanjutnya era
demi era pergolakan perebutan kekuasaan dan politik di tanah jawa
berganti mulai dari kerajaan Mataram Kuno, Kediri, Singosari, hingga
Majapahit sekitar abad 9-14 M, candi ini terus digunakan untuk bertemu
dan memuja Tuhan, Sang Hyang Wenang.
Di dalam kompleks Candi terdapat beberapa Arca yaitu arca Siwa dan
Dwarapala, tetapi karena ulah Manusia yang tidak mencintai dan
menghargai Heritage dan legacy dari nenek moyang beberapa arca telah
hilang dan rusak. Untuk mengamankan beberapa arca yang tersisa yaitu
arca siwa sekarang diletakan di museum situs Purbakala Majapahit
Trowulan Jawa timur.
Selain Arca terdapat sebuah prasasti kuno yaitu Prasasti Tinulat
tertulis dengan menggunakan huruf Pallawa dengan stempel berbentuk
lingkaran di bagian atas prasasti. Berdasarkan Penuturan Bu Winarti umur
44 Tahun, juru kunci Candi Penampehan, prasasti itu berkisah tentang
Nama-nama raja Balitung, serta seorang yang bernama Mahesa lalatan,
siapa dia? Sejarah lisan maupun artefak belum bisa menguaknya. Serta
seorang putri yang konon bernama Putri Kilisuci dari Kerajaan Kediri.
Selain menyebutkan nama, prasasti itu juga memberikan informasi tentang
Catur Asrama yaitu sistem sosial masyarakat era itu di mana
pengklasifikasian masyarakat (stratifikasi) berdasarkan kasta dalam
agama Hindu yaitu Brahmana, Satria, Vaisya dan Sudra.
Masih di kompleks candi Penampehan terdapat 2 kolam kecil yang
bernama Samudera Mantana (pemutaran air samudera), di mana menurut
pengamatan empiris selama berpuluh-puluh oleh Bu Winarti, 2 kolam
tersebut merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa. Kolam yang
sebelah utara merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa bagian utara
dan Kolam sebelah selatan merupakan indikator keadaan air di Pulau Jawa
bagian selatan. Berdasarkan penuturan Bu Winarti, Apabila sumber air di
kedua kolam tersebut kering berarti keadaan air dibawah menderita
kekeringan, sebaliknya bila kedua atau salah satu kolam tersebut penuh
air berarti keadaan air di bawah sedang banjir. (Sari Oktafiana)